Saya
Ingin Jadi Amrozi
“Jangan jadi Amrozi, Us!” Yah, begitulah kata sebagian
mereka ketika mengetahui saya diterima di jurusan kimia. Sebegitu seramnya kah?
Sebegitu rusaknya kah reputasi jurusan ini di mata mereka? Tentu saja tidak
mudah menjelaskan kepada mereka. Karena saya sendiri belum mengerti apa yang
akan saya dapatkan di jurusan ini waktu itu. Yang ada dipikiran saya waktu itu
hanyalah bagaimana caranya agar orang tidak mengetahui kekecewaan saya.
Kekecewaan mengapa saya ‘hanya’ bisa diterima di jurusan kimia. Jurusan yang
sangat kecil di mata orang. Jurusan yang banyak di remehkan orang. Jurusan yang
dipandang sebelah mata banyak orang. Jurusan yang benar-benar tidak saya
inginkan waktu itu, sekali lagi waktu itu. Hari-hari saya lalui dengan terus sembunyi
dibalik senyum palsu tanda kebanggaan saya sambil terus berharap waktu berjalan
lebih cepat. Karena terkadang kata-kata tidak mampu menjelaskan apa-apa. Seraya
membesarkan hati orang-orang kesayangan. Membesarkan kimia di mata orang-orang.
Tak terasa sudah masuk semester keenam. KIMIA FMIPA ITS.
Di kampus ini, kampus pejuangan. Perjuangan bagi saya untuk bisa melahap semua
menu makanan yang diberikan, bernama kimia. Makanan yang jelas-jelas saya
benci. Hingga sampai sekarang pun terkadang masih sering bertanya mengapa saya
di sini? apa yang sudah saya dapat? apa yang sudah saya bagi? Seraya itu pula
hatiku diam. Sesekali hatiku menjawab lirih kemudian hilang. Sesekali nuraniku
mendengar namun kembali samar-samar. Saya rasa sebagian kita merasakan.
Merasakan bahwa kita tidak benar-benar serius ada di sini. Kita yang merasa
jiwa raganya ‘terjebak’ di sini. Entahlah.
Pikiran saya kembali mengingat apa yang orang katakan
kepada saya sekitar 2,5 tahun yang lalu. Tentang Amrozi bin Nurhasyim, The
Smiling Bomber. Salah satu orang hebat yang pernah saya tahu. Orang hebat yang
banyak dicemooh masyarakat. Terlepas dari kebenaran tindakan yang dilakukan,
beliau merupakan contoh nyata. Beliau telah mampu mengaplikasikan ilmu kimia
yang dimilikinya dan diterjemahkan dalam bentuk bom. Bom dahsyat yang
membumihanguskan Bali 2002. Perbuatan yang membuat semua orang mengutuknya.
Apapun itu, saya tetap salut. Tetap saja beliau lebih hebat. Beliau bukanlah
orang yang berlatarbelakang kimia. Namun dengan semangatnya beliau mampu meramu
bahan-bahan kimia dengan komposisi yang tepat hingga menghasilkan bom yang maha
dahsyat. Sementara saya? Masih bingung cara menghasilkan gel yang baik. Masih
bingung bagaimana menurunkan rumus schrodinger. Yah, begitulah. Namun, seiring
berjalannya waktu perlahan saya mulai mengerti mengapa saya di sini, di jurusan
ini. Kekecewaan saya perlahan berubah jadi kebanggaan. Bukan saatnya lagi untuk
menyesal. Yang terpenting sekarang ialah berfikir bagaimana bisa bermanfaat.
Bahwasanya dengan kimia mu, kamu bisa melakukan apapun. Ya! apapun. Lakukan
dengan kimia mu. Mulai dari lingkungan terkecil di sekitarmu, hingga yang luas.
Tanamkan pada dirimu bahwa Tuhan tidak menurunkan takdir begitu saja. Tuhan
memberikan takdir sesuai apa yang kita lakukan. Jika kita mau berusaha, Tuhan
akan memberikan takdir kesuksesan. Jika kita lengah dan malas, Tuhan akan
memberikan kegagalan. Masih banyak hal yang bisa dilakukan. Indonesia sangat butuh
tangan-tangan manusia yang tulus berbuat. Tulus berbuat menuju perbaikan.
Tanamkan semangat Amrozi dalam dirimu. Semangat berbuat tanpa pamrih. Ingatlah
bahwa jika kamu menginginkan sesuatu yang belum kamu miliki, maka kamu harus
melakukan sesuatu yang belum pernah kamu lakukan. Berbuatlah dan jalankan semua
impianmu, karena sebenarnya dalam dirimu telah terdapat energi dan kemampuan untuk
melakukan apapun. Amrozi tetaplah Amrozi. Yang menularkan semangat buat saya
dan buat mereka yang mengerti. Bukan semangat dalam bomnya. Melainkan semangat
dalam kucuran keringatnya dalam membuat perubahan. Tulisan ini mungkin mewakili
mereka yang merasa jiwanya ‘terjebak’ di sini. Tapi percayalah, kimia yang akan
membawamu menggapai semua yang kamu inginkan. Termasuk perubahan buat
Indonesia. Negara yang sama-sama kita cintai. Negara yang sangat merindukan
orang-orang hebat sepertimu. Katakan pada semua orang yang meremehkan, “Saya
ingin jadi Amrozi”.
Firdaus
Syarif
bagus bagus bagus, saya suka baca tulisannya,
BalasHapusayo us, tularkan juga semangat "ngeyelmu" lewat tulisan, jadikan buku, cetak, kasih kenangan sebelum kau dibebaskan dari jurusanmu tercinta,,,,
semangat buat teman2 yang lain selamat berkarya, semangat untuk KIMIA berjaya
luar biasa kakak, setiap pilihan itu terkadang Tuhan sudah mengaturnya. saya salut baca tulisan kakak
BalasHapus